Pertemuan pertama itu....menyenangkan. Setidaknya aku mendapat kesan yang baik di pertemuan pertama itu. Malam itu ketika aku akhirnya sampai di kamar kost-ku, aku mulai sedikit khawatir. "Dia akan menghubungiku lagi tidak ya?", "Akankah ada pertemuan lainnya setelah ini?", "Akankah ia tetap bersikap sama padaku?", "Haruskah kuhubungi duluan?" dan banyak lagi pertanyaan lainnya. Aku pikir, karena dia sudah mengantarku pulang, bukankah wajar jika kukirimi ia pesan hanya untuk memastikan apa dia sudah sampai rumah dengan selamat atau belum. Selebihnya, setelah itu, jika memang ia tak menghubungiku lagi, ya...sudah.
Hanya aku atau kalian juga merasakan hal yang sama saat kalian sudah bertemu seseorang untuk pertama kalinya? Karena menurutku, saat berkenalan lewat media sosial, pertemuan pertama adalah moment yang penting. Kesan pertama adalah hal yang penting. Menurutku, pertemuan pertama juga merupakan moment untuk memastikan apakah orang yang kita kenal itu memang sesuai dengan yang kita harapkan, apakah orang itu terlihat sama dengan yang terlihat di photo profile line-nya, apakah kita akan merasa cocok dengannya seperti kita merasa cocok dengan dia saat berbincang melalui whatsapp, apakah mata kita merasa cocok melihat dia secara langsung seperti mata kita merasa cocok dengan melihat dia melalui foto-foto instargam-nya? Bukankah itu inti dari pertemuan pertama?
Aku...bukan orang yang sepercaya diri itu untuk sekadar memuji diriku sendiri kalau aku ini cantik. Aku juga bukan orang yang merasa bahwa aku lebih baik dari siapapun. Pertemuan pertama adalah hal yang selalu membuatku takut. Menurutku, pertemuan pertama itu akan menentukan apakah kedua manusia itu akan tetap saling mengabari atau tidak. Oleh karena itu, aku tak pernah mau secepat itu untuk bertemu saat aku berkenalan dengan seseorang melalui media sosial. Karena jika hanya beberapa hari mengenal lalu langsung bertemu, bukankah tujuan dari pertemuan itu hanya untuk saling menilai physically? Makanya aku tak pernah ingin untuk bertemu secepat itu. Aku lebih suka untuk saling mengenal terlebih dahulu, setidaknya 3 minggu atau mungkin satu bulan. Melalui chatting atau mungkin melalui telepon. Kalau memang niat dari perkenalan itu baik, hal itu tidak akan menjadi masalah, bukan?
Menurutku, jika setidaknya dua manusia sudah saling mengenal lebih jauh terlebih dahulu dengan saling berbagi tentang kisah hidup, berbagi hal yang disukai ataupun tidak, saling mengenal lebih sifat dan karakter satu sama lain, saling berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari dan berbagi hal lainnya. Bukankah itu akan lebih meyakinkan kedua manusia itu apakah memang saling merasa cocok satu sama lain atau tidak? Sehingga, saat pertemuan pertama itu terjadi, penilaian utama bukan lagi hanya soal fisik. Waktu yang sudah dilewati untuk saling berkabar, kecocokan satu sama lain dalam berbagi tentang kehidupan, kenyamanan yang dirasakan melalui cara satu sama lain memberikan perhatian, keterbiasaan untuk saling berkabar dan hal lainnya yang tentu akan menjadi pertimbangan untuk melanjutkan hubungan itu atau tidak, bukan? Akan sangat berbeda dengan pertemuan pertama yang terkesan terburu-buru. Itu menurutku, ya.
Makanya pertemuan pertamaku di akhir bulan Juni 2019 itu agak membuatku khawatir. Karena itu pertama kalinya aku mau menemui seseorang yang baru kukenal beberapa hari dan sampai sekarang aku juga tak menemukan alasannya. Aku saat itu hanya merasa tidak bisa menolak dan memang ingin bertemu. Lalu terjadilah pertemuan pertama itu dengan segala kekakuan yang ada di dalamnya haha.
Malam itu aku akhirnya memutuskan untuk mengirimi dia pesan "kamu sudah sampai rumah?", beberapa menit kemudian pesanku mendapat balasan, dia mengabari bahwa ia sudah sampai rumah. Dia juga bercerita tentang apa yang terjadi saat ia dalam perjalanan pulang. Aku...tak menyangka. Bukankah itu respon yang baik? Dia masih bercerita, tidak hanya sekadar mengabari. Tapi aku masih berpikir "Ah..mungkin karena baru saja bertemu, jadi mungkin masih menghargai saja". Malam itu, setelah pertemuan pertama, kami masih menyempatkan chatting meskipun sudah larut. Sampai akhirnya salah satu dari kami berhenti membalas karena tertidur. Keesokan harinya, aku masih saja khawatir sampai akhirnya handphone-ku berbunyi. "Pagiiiii" dan beberapa pesan lainnya menyusul datang. Senang? Senang tentu. Tapi khawatir itupun masih saja ada.
"Apa sih yang membuatmu khawatir? Bukannya tinggal disudahi saja jika ia memang tak mengabari lagi? Toh kalian baru beberapa hari mengenal satu sama lain." Itu juga akan menjadi pertanyaanku jika aku berada dalam posisi teman-teman sebagai pembaca (jika ada hehe). Aku akan jawab ya. Sebetulnya dan sejujurnya, yang membuat aku khawatir dia takkan menghubungiku lagi itu karena dia baik. Itu saja. Pertemuan pertama itu benar-benar memberikanku kesan yang baik tentang dia. Sekarang...sepertinya sulit untuk menemukan seseorang seperti dia lagi. Dia memperlakukanku dengan baik, dia bercerita dengan raut wajah yang menyenangkan, dia juga mendengarkan ceritaku dengan seksamanya, aku merasa sangat dihargai olehnya. Satu hal lagi yang membuatku kagum, yaitu bagaimana cara dia berpikir. Saat mendapatkan kesulitan, dia tak menyalahkan keadaan, dia hanya berpikir kalau kesulitan yang ia dapatkan disebabkan oleh kesalahan yang ia perbuat di masa lalu. Ia lebih memilih untuk mengintrospeksi diri daripada menyalahkan keadaan. Aku sangat suka hal itu darinya. Hal-hal itulah yang membuatku khawatir ia akan hilang. Aku juga sebelumnya tak pernah sekalipun secepat ini merasa yakin dengan seseorang yang baru kukenal. Tapi, tak tau mengapa, aku merasa...he's just different.
Tak disangka-sangka ternyata komunikasi diantara kami terus berlanjut, meskipun aku masih bertanya-tanya tentang akankah ada pertemuan kami yang selanjutnya. Kami masih terus saling berbagi soal kehidupan satu sama lain, hobi ataupun hal-hal yang kami sukai. Melalui obrolan itu ternyata membawa kami untuk merencanakan pertemuan selanjutnya di hari yang sama seperti pertemuan pertama kami, hari Sabtu. Kami melewati hari demi hari dengan tetap saling mengabari dan tetap bercerita tentang apa yang kami lewati setiap harinya. Dia dengan pekerjaannya yang menuntut ia untuk pergi ke berbagai kota setiap harinya dan aku dengan segala kerumitan pengerjaan skripsiku saat itu. Rasanya ingin segera hari Sabtu saja.
Hari demi hari akhirnya terlewati, aku makin kebingungan tentang pakaian apa yang harus kukenakan hari Sabtu besok. Wanita haha. Waktu itu kami merencanakan untuk pergi ke kebun binatang, dia ingin memenuhi keinginanku untuk pergi ke sana. Konyol memang. Tapi jangan tanya mengapa, aku hanya sangat ingin ke sana selama aku kuliah dan tinggal di kota ini. Tapi tak pernah ada yang mau menemani. Wajar.
Lalu hari Sabtu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Tapi sayang, dia ternyata ada keperluan di pagi hari. Sehingga rencana ke kebun binatang sejak pagi hari tak bisa kami lakukan. Tapi dia tetap mengajakku bertemu, itu saja sudah membuatku senang. Dia mengajakku menonton film (lagi). Ia ternyata sangat senang menonton film dan aku juga pastinya sangat senang bisa menemani dia menonton. Kami pun kembali berada dalam perjalanan, berdua, dia juga kembali menjemputku. Kami kembali berbagi tentang banyak hal saat berada dalam perjalanan. Tapi kali ini kami tidak terlambat lagi, kami sampai sebelum film dimulai. Sama seperti sebelumnya, kami juga pergi makan malam setelah menonton. Tapi kali ini, kami tidak makan di restoran yang ada di mall yang kami kunjungi. Kami ke tempat makan yang ada di tempat lain. Rasanya senang sekali setiap kami mengobrol di perjalanan. Aku sangat menikmati setiap perjalanan yang kami lewati. Jika kamu membaca ini, maaf ya, tapi aku senang sekali saat jalanan macet dan ramai. Karena itu membuat perjalanan terasa lebih lama. Memang, kami tak setiap saat mengobrol, ada saatnya kami terdiam dan hanya menikmati suasana pada saat itu. Tapi sungguh, aku menikmati setiap detik yang kami lewati. Aku menikmati saat kami mendengarkan musik yang ia putar di dalam mobil, mendengarkan dia yang ikut bernyanyi, menikmati kemacetan dan melihat lampu-lampu yang menerangi sepanjang jalan yang kami lewati. Itu moment yang paling aku sukai dalam setiap pertemuan kami.
Tak disangka-sangka ternyata komunikasi diantara kami terus berlanjut, meskipun aku masih bertanya-tanya tentang akankah ada pertemuan kami yang selanjutnya. Kami masih terus saling berbagi soal kehidupan satu sama lain, hobi ataupun hal-hal yang kami sukai. Melalui obrolan itu ternyata membawa kami untuk merencanakan pertemuan selanjutnya di hari yang sama seperti pertemuan pertama kami, hari Sabtu. Kami melewati hari demi hari dengan tetap saling mengabari dan tetap bercerita tentang apa yang kami lewati setiap harinya. Dia dengan pekerjaannya yang menuntut ia untuk pergi ke berbagai kota setiap harinya dan aku dengan segala kerumitan pengerjaan skripsiku saat itu. Rasanya ingin segera hari Sabtu saja.
Hari demi hari akhirnya terlewati, aku makin kebingungan tentang pakaian apa yang harus kukenakan hari Sabtu besok. Wanita haha. Waktu itu kami merencanakan untuk pergi ke kebun binatang, dia ingin memenuhi keinginanku untuk pergi ke sana. Konyol memang. Tapi jangan tanya mengapa, aku hanya sangat ingin ke sana selama aku kuliah dan tinggal di kota ini. Tapi tak pernah ada yang mau menemani. Wajar.
Lalu hari Sabtu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Tapi sayang, dia ternyata ada keperluan di pagi hari. Sehingga rencana ke kebun binatang sejak pagi hari tak bisa kami lakukan. Tapi dia tetap mengajakku bertemu, itu saja sudah membuatku senang. Dia mengajakku menonton film (lagi). Ia ternyata sangat senang menonton film dan aku juga pastinya sangat senang bisa menemani dia menonton. Kami pun kembali berada dalam perjalanan, berdua, dia juga kembali menjemputku. Kami kembali berbagi tentang banyak hal saat berada dalam perjalanan. Tapi kali ini kami tidak terlambat lagi, kami sampai sebelum film dimulai. Sama seperti sebelumnya, kami juga pergi makan malam setelah menonton. Tapi kali ini, kami tidak makan di restoran yang ada di mall yang kami kunjungi. Kami ke tempat makan yang ada di tempat lain. Rasanya senang sekali setiap kami mengobrol di perjalanan. Aku sangat menikmati setiap perjalanan yang kami lewati. Jika kamu membaca ini, maaf ya, tapi aku senang sekali saat jalanan macet dan ramai. Karena itu membuat perjalanan terasa lebih lama. Memang, kami tak setiap saat mengobrol, ada saatnya kami terdiam dan hanya menikmati suasana pada saat itu. Tapi sungguh, aku menikmati setiap detik yang kami lewati. Aku menikmati saat kami mendengarkan musik yang ia putar di dalam mobil, mendengarkan dia yang ikut bernyanyi, menikmati kemacetan dan melihat lampu-lampu yang menerangi sepanjang jalan yang kami lewati. Itu moment yang paling aku sukai dalam setiap pertemuan kami.
Dia pun masih sama. Masih dengan senyumnya yang tak pernah lepas dari wajahnya setiap bercerita. Masih dengan dia yang mendengarkan setiap ceritaku dengan baik. Masih dengan dia yang membuatku merasa sangat dihargai dan dijaga. Masih dengan dia yang sama seperti pertama bertemu.
Setelah itu, kami masih terus bertemu setiap hari Sabtu. Kalau kata salah satu temanku "kegiatan rutin di hari Sabtu" katanya. Minggu keempat, yang berarti perkenalan kami yang ke satu bulan, kami tak bertemu. Bukan karena tidak bisa. Saat itu dia tak merencanakan pertemuan seperti minggu minggu sebelumnya. Aku tentu sangat ingin bertemu. Aku bercerita padanya kalau aku satu hari ini hanya berdiam diri di kamar dan kebanyakan temanku tidak bisa menemaniku pergi pada saat itu. Lalu dia bertanya "ngga ngajak aku?". Aku cukup tersentak dengan pertanyaan itu. Aku baru menyadari bahwa selama ini aku hanya menunggu dia mengajakku untuk bertemu. Aku sama sekali tak pernah mengajaknya duluan. Aku juga tersadar bahwa dalam suatu hubungan itu tidak hanya soal diberi tapi juga memberi. Bukan menunggu diajak saja tapi juga mengajak.
Minggu selanjutnya kami bertemu kembali, seterusnya seperti itu bahkan sampai sekarang aku menulis ini, Januari 2020. Kami semakin dekat. Kami saling bertemu dengan keluarga satu sama lain, meskipun aku baru sekali diajaknya untuk bertemu keluarganya. Sedangkan dia sering menjemput atau mengantarku pulang dan bertemu Papaku, karena sekarang aku tinggal bersama Papa di kota ini. Banyak hal yang kami lewati. Akan kuceritakan hal-hal yang menurutku menarik untuk diceritakan nanti, ya. Meskipun tak bisa dipungkiri jika perubahan itu akan selalu ada dalam suatu hubungan. Perubahan seperti apa? Nanti yaa kuceritakan hehe. Yang terpenting, perubahan itu tak mengurangi rasa senangku.
Setelah itu, kami masih terus bertemu setiap hari Sabtu. Kalau kata salah satu temanku "kegiatan rutin di hari Sabtu" katanya. Minggu keempat, yang berarti perkenalan kami yang ke satu bulan, kami tak bertemu. Bukan karena tidak bisa. Saat itu dia tak merencanakan pertemuan seperti minggu minggu sebelumnya. Aku tentu sangat ingin bertemu. Aku bercerita padanya kalau aku satu hari ini hanya berdiam diri di kamar dan kebanyakan temanku tidak bisa menemaniku pergi pada saat itu. Lalu dia bertanya "ngga ngajak aku?". Aku cukup tersentak dengan pertanyaan itu. Aku baru menyadari bahwa selama ini aku hanya menunggu dia mengajakku untuk bertemu. Aku sama sekali tak pernah mengajaknya duluan. Aku juga tersadar bahwa dalam suatu hubungan itu tidak hanya soal diberi tapi juga memberi. Bukan menunggu diajak saja tapi juga mengajak.
Minggu selanjutnya kami bertemu kembali, seterusnya seperti itu bahkan sampai sekarang aku menulis ini, Januari 2020. Kami semakin dekat. Kami saling bertemu dengan keluarga satu sama lain, meskipun aku baru sekali diajaknya untuk bertemu keluarganya. Sedangkan dia sering menjemput atau mengantarku pulang dan bertemu Papaku, karena sekarang aku tinggal bersama Papa di kota ini. Banyak hal yang kami lewati. Akan kuceritakan hal-hal yang menurutku menarik untuk diceritakan nanti, ya. Meskipun tak bisa dipungkiri jika perubahan itu akan selalu ada dalam suatu hubungan. Perubahan seperti apa? Nanti yaa kuceritakan hehe. Yang terpenting, perubahan itu tak mengurangi rasa senangku.
-Irma Ruby Ardelia-